Kamis, 17 April 2008

foro sewaktu memprotes Menkes soal keabsahan hasil penelitian IPB

Tinjauan Program Konservasi Laut

Indonesia memiliki areal terumbu karang sekitar 75.000 km2 atau sekitar 12,5 persen dari luas terumbu karang di dunia. Akan tetapi secara umum kondisi terumbu karang di Indonesia saat ini berada pada kondisi rusak cukup parah, terutama akibat kegiatan manusia (anthropogenic). Hal ini disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi yang diikuti dengan tuntutan kebutuhan hidup yang semakin tinggi pula, sehingga masyarakat melakukan ekploitasi dengan cara-cara yang destruktif guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Suparmoko (2000) menyatakan bahwa hingga tahun 1997 hanya sekitar 40 persen terumbu karang di Indonesia dalam kondisi baik.
Dari total luas kawasan terumbu karang di Indonesia tersebut, 448,763 hektar diantaranya terdapat di kawasan konservasi Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jika dirinci, sekitar 192,9621 ha terdapat di Gili Trawangan, 118,9508 di Gili Meno dan 136,8505 ha di Gili Air. Kondisinya juga sama seperti kawasan terumbu karang lainnya, hanya sekitar 16 persen dari total luas kawasan terumbu karang yang berada dalam kondisi baik, (BKSDA NTB, 2004).
Seperti halnya program konservasi hutan, konservasi lahan, konservasi air, atau konservasi atas sumberdaya alam lainnya, konservasi merupakan suatu upaya untuk melindungi suatu sumberdaya dari kepunahan. Menurunnya nilai suatu sumberdaya, baik secara ekonomi maupun secara teknis atas sumberdaya yang ada didalamnya disebabkan karena eksploitasi yang berlebihan dan dilakukan dengan cara destruktif. Konservasi dilakukan ketika sumberdaya tersebut sudah mulai terdegradasi atau mengalami krisis akibat eksploitasi berlebihan. Begitu juga dengan program konservasi yang dilakukan sampai saat sekarang ini di Desa Gili Indah Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 85/Kpts-II/93 tanggal 16 Februari 1993 (penunjukan) Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 99/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 (penetapan), kawasan Desa Gili Indah telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut. Apalagi kawasan ini bersifat open access, sehingga menyebabkan setiap orang bisa dengan bebas masuk untuk melakukan eksploitasi, kapanpun dan dalam jumlah berapapun.
Kawasan yang dikenal dengan keindahan sumberdaya terumbu karang dan keanekaragaman biota lautnya, saat ini kondisinya sangat memperihatinkan. Terutama akibat penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, potasium, dan pengambilan terumbu karang sebagai bahan baku produksi kapur. Hanya sekitar 16 persen dari total luas kawasan terumbu karang yang berada dalam kondisi baik, (BKSDA NTB, 2004).
Seperti yang diketahui bahwa manfaat yang diperoleh dengan adanya sumberdaya terumbu karang tidak hanya manfaat kegunaan (use value) yang bisa dinikmati secara langsung (direct use value) maupun tidak langsung (indirect use value). Selain itu, ekosistem terumbu karang juga menghasilkan manfaat bukan kegunaan (non-use value) seperti manfaat eksistensi, manfaat warisan dan lain-lain. Nilai manfaat ini akan berubah tergantung dari program konservasi yang sekarang ini sedang dilakukan.
Selain manfaat yang dapat diperoleh dari program konservasi ini, ada juga biaya yang harus ditanggung oleh pihak pengelola maupun masyarakat. Dalam ekonomi konvensional, biaya yang diperhitungkan suatu kegiatan hanya biaya langsung (direct project-cost), tetapi dalam ekonomi lingkungan, tidak hanya biaya tersebut yang dikeluarkan, namun ada yang disebut dengan biaya tidak langsung seperti biaya eksternalitas.
Dengan demikian, analisa biaya-manfaat ini harus dilakukan untuk mengetahui apakah program konservasi ini bermanfaat atau tidak bagi kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi jika analisa biaya-manfaat tidak segera dilakukan, pertama terjadi penurunan kesejahteraan masyarakat akibat kebijakan program konservasi, kedua biaya maupun manfaat dari program konservasi tidak efisien, optimal dan berkesinambungan, sehingga akan menjadi penyebab utama terjadinya ketidakefisienan ekonomi kebijakan konservasi ekosistem terumbu karang.
Konservasi merupakan suatu program untuk mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya alam melalui eksploitasi yang berlebihan. Sebab tidak semua sumberdaya alam ini bisa pulih dalam jangka waktu yang singkat. Dengan demikian, kesejahteraan generasi mendatang akan sangat ditentukan oleh generasi saat ini. Jika sumberdaya alam yang ada saat ini tidak dikelola dengan efisien dan berkelanjutan, maka yang akan terjadi tidak hanya krisis sumberdaya alam, tetapi bencana alam yang bisa menambah kesengsaraan masyarakat.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Belum diketahui seberapa besar manfaat program konservasi terumbu karang di Desa Gili Indah bagi masyarakat disekitarnya.
2. Belum diketahui berapa besar total biaya dari program konservasi terumbu karang yang dikeluarkan oleh BKSDA dan masyarakat adat di Desa Gili Indah
3. Belum diketahui apakah kegiatan konservasi sumberdaya terumbu karang yang selama ini dilakukan layak atau tidak secara ekonomi.

Rabu, 16 April 2008

dalam lingkungan kampus, berkembang semakin pesat. Akan tetapi kondisi ini selalu diikuti dengan kompleksitas persoalan-persoalan pembangunan nasional. Sehingga hubungan kerjasama antara pihak lembaga pendidikan dengan pengguna jasa pendidikan, mutlak diperlukan.
Pemerintah telah diberikan amanat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Tetapi dalam menjalankan amanah tersebut tidak un sich dilakukan sendiri. Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pemikiran gagasan-gagasan kreatif maupun kritikan konstruktif dari masyarakat kampus diperlukan melalui transpormasi ilmu pengetahuan kepada masyarakat.
Sebagai contoh, Kabupaten Wakaboti yang dikenal sebagai daerah yang kaya akan potensi laut dan biodiversitinya, tidak akan bisa manfaatkan secara efisien jika pemerintahnya tidak mengerti tentang ilmu ekonomi yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya tersebut. Yang terjadi mungkin saja eksploitasi secara besar-besaran tanpa mememikirkan dampak kerusakan, maupun kebutuhan dimasa yang akan datang.

My story

Orang tuaku ngasih nama Lalu Solihin, lahir 30 tahun lalu, tepatnya 21 Mei 1978 di Mertak Wareng, Kabupaten Lombok Tengah. tanggal 25 Februari lalu telah menyelesaikan studi di PS Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika IPB Bogor. Alamat sementara di Asrama NTB Jalan Raya Darmaga Gang Masjid Al Barokah no 41 Kabupaten Bogor